Oleh: dr. Hafid Algristian,CHt,CI.
Proses merujuk pasien saat ini sudah semakin mudah yakni dengan mengoptimalkan peran Puskesmas (PKM), Klinik Umum (KU) dan Praktek Dokter Swasta (PDS), terutama yang bekerja sama dengan BPJS. Harapannya, keterlibatan ini bisa menjangkau pasien sampai ke pelosok sekalipun (demikian juga yang saya alami saat di Ponorogo, Jombang, Mojokerto, Gresik, Bojonegoro, Madiun, Madura. Penanganan pasien gangguan jiwa jadi makin menjangkau pelosok desa –selain karena “bisik-bisik” tetangga yang akhirnya terdengar oleh petugas kesehatan setempat).
Sekarang ini pelayanan kesehatan masyarakat (termasuk gangguan jiwa) dibagi tiga lapis, yakni Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat-1 (PPK-1, atau dikenal sebagai layanan primer) yang terdiri dari PKM, KU, Klinik Jamsostek, Dokter Keluarga, dan PDS yang bekerja sama dengan BPJS. Lalu PPK-2 (layanan sekunder) yaitu Rumah Sakit Pemerintah Kabupaten atau Kota, atau Rumah Sakit Swasta (minimal RS tipe B). Yang terakhir adalah PPK-3 (layanan tersier), yakni Rumah Sakit Daerah atau Propinsi (kalo ngga salah RS tipe A). Pada umumnya Rumah Sakit Jiwa adalah termasuk PPK-3.
Beberapa PKM (PPK-1) di pelosok desa sudah dilengkapi layanan untuk pasien gangguan jiwa, bahkan untuk rawat inapnya. Rumah Sakit tipe B (PPK-2) yang baru berdiri tiga tahun terakhir ini diwajibkan memiliki dokter spesialis psikiatri untuk memenuhi syarat pendirian RS tipe B (FYI, di dunia pe-Rumah Sakit-an, dikenal istilah “empat besar”, yakni layanan Bedah, Penyakit Dalam, Kandungan, dan Anak. Masing-masing diwakili minimal satu dokter spesialis pada bidang “empat besar” tersebut. Sekarang ini syarat pendirian RS tipe B sudah harus “lima besar”, termasuk Psikiatri).
Pengalaman kami di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, yang merupakan rumah sakit rujukan tersier di Jawa Timur, proses mengobatkan pasien ada dua macam: yakni langsung mengantarkan ke sentra kesehatan terdekat, atau melalui proses rujukan dari PPK-1 hingga PPK-3.
Selain itu, masyarakat kini tidak perlu khawatir biaya pengobatan pasien yang tidak terjangkau karena BPJS kini menanggung biaya obat-obat untuk gangguan jiwa. Hal ini sangat berpengaruh pada keuangan sebuah keluarga, mengingat pengobatan pasien kadang membutuhkan jangka waktu yang lama, BPJS dapat membantu meringankan biaya pengobatan pasien.
Ohya, terapi pasien juga perlu diperhatikan. Terapi pasien skizofrenia pasca pasung atau rawat inap seringkali menonjol pada sisi psikososialnya. Sehingga sangat membutuhkan grup support atau komunitas seperti yang digagas oleh teman-teman SchizoFrendsCare ini. Keren banget, lho.
Semoga informasi ini bermanfaat, salam
dr. Hafid Algristian,CHt,CI.
Psychiatry Resident, Author
Trainer #EverlastingHappiness & #SmartParenting.